Oleh :
Daulat Sihombing SH MH
(Ketua/Advokat Sumut Watch)
Dua Perusahaan Daerah milik Pemko Pematangsiantar, masing – masing PD Pasar Horas Jaya (PDPHJ) dan PD Pembangunan dan Aneka Usaha (PD PAUS), sungguh – sungguh dalam kondisi dan situasi emergency atau darurat.
Selain top management level direksi yang sekarang di PD PHJ dan PD PAUS, sudah tinggal sekarat dan telah kehilangan trust (kepercayaan) terhadap otoritas kepemimpinan baik secara internal maupun eksternal perusahaan, tetapi yang terpenting “direksi” juga tak dapat diharapkan lagi untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi perusahaan. Malah semakin lama dibiarkan semakin jauh perusahaan terperosok ke dalam jurang kehancuran.
Gambaran PD PHJ
Gambaran PD PHJ, bahwa segudang persoalan perusahaan “nyaris” telah mematikan pergerakan roda managemen dan operasional. Pertama Manpower atau Ketenagakerjaan.
PD PHJ kini mengalami over kapasitas pegawai hampir 50 persen. Porsi sehat pegawai perusahaan ini diperkirakan cukup 150 orang, namun faktanya, kini pegawai mencapai 340 orang. Sialnya, formasi pegawai inipun “terbelenggu” pula dalam pusaran “benturan kepentingan”. Hampir di semua level, yang diwariskan eks Dirut, Drs Setia Siagian.
Suami – isteri, ibu – anak, mertua – menantu, kakak – adek, ipar – adek, abang – adek, pedagang sekaligus pegawai, sepupu, suami Ketua DPRD atau Kadis – isteri pejabat struktural. Semuanya itu telah membuat efektivitas management PDPHJ menjadi “lumpuh”.
Pengelolaan Managemen
Ironi sekali, operasionalisasi PD PHJ ternyata tidak memiliki sistem atau aturan perusahaan yang mendukung orientasi provit. Ada peraturan pegawai tapi duplikasi peraturan PNS/ ASN.
Peraturan itu pula yang justru membuat management menjadi tak berdaya untuk mengelola disiplin dan menyehatkan perusahaan.
Bayangkan, bila Pasal 168, UU Ketenagakerjaan nomor 13 Tahun 2003, pekerja yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja berturut- turut atau lebih tanpa alasan yang sah dianggap mengundurkan diri. Namun peraturan PD PHJ baru dapat diberhentikan bila 3 bulan secara terus – menerus meninggalkan tugas tanpa ijin direksi. (Pasal 82 Peraturan Direksi No. 800/502/PDPHJ/VI/2015).
Pengelolaan Keuangan
Sistem pengelolaan keuangan yang mengandalkan proses manual secara “hand to hand” dan tanpa pengendalian Rencana Anggaran Keuangan berdasarkan estimasi dan data- data tentang potensi sumber – sumber pemasukan dari KIB, kontribusi kios, PKL, kamar mandi, parkir, dll, telah menyebabkan perusahaan ini menjadi sangat rentan dengan “kebocoran” dan ketidakpastian tentang stabilitas pengelolaan pendapatan perusahaan.
Tak heran setiap bulan berjalan pegawai para perusahaan pun selalu cemas tentang gajian secara tepat waktu. Mencermati berbagai penyelewengan dimasa Eks Dirut, Drs. Setia Siagian dan Eks Direktur Administrasi Keuangan, Agustina Br Tampubolon SH, sistem pengelolaan keuangan yang tidak akuntabel memang sengaja sebagai modus.
Korupsi dan Pungli
Laporan dugaan korupsi di PDPHJ sebesar Rp. 8 miliar lebih, an. Terlapor Drs. Setia Siagian (mantan Dirut) dan Agustina Br. Tampubolon, SH (mantan Direktur Keuangan), yang masih mengendap di Kejaksaan Negeri Pematangsiantar dan Polres Simalungun, merupakan persoalan krusial PDPHJ yang harus diungkap tuntas.
Seperti telah disampaikan ke aparat penegak hukum, para Terlapor diduga telah menyelewengkan dana perusahaan sejak tahun 2015 s/d 2017 sedikitnya Rp. 8 miliar lebih, yang meliputi dana penyertaan modal tahun 2015 s/d 2017, kontribusi bulanan pedagang kios, kontribusi KIB, kontribusi PKL, kontribusi kamar mandi dan kontribusi parkir.
Demikian kasus Pungli yang melibatkan pejabat struktural PDPHJ dalam pengangkatan sekitar 300 honor PDPHJ yang dikutip antara Rp. 20 juta hingga Rp. 40 juta per orang dan pengangkatan sekitar 150 orang calon pegawai yang dikutip antara Rp. 8 juta s/d Rp. 15 juta per orang sepanjang tahun 2015 s/d 2017. Juga skandal pungli dalam pengangkatan 65 calon pegawai dan pegawai tetap PDPHJ yang dikutip antara Rp. 6 juta hingga Rp. 10 juta per orang pada awal Juli 2018.
Kasus korupsi dan pungli ini haruslah diusut tuntas secara tegas dengan menyeret para pelaku ke depan persidangan. Hal itu penting, tidak saja sebagai wujud dari komitmen tentang pemberantasan korupsi dan pungli di perusahaan, tapi juga menjadi momentum untuk membersihkan perusahaan dari tangan kotor oknum pejabat perusahaan yang terlibat pungli, pemerasan dan korup. Semua persoalan PDPHJ ini tentulah menjadi “PR” baru bagi direksi terpilih.
Gambaran PD PAUS
Apa yang terjadi dengan PD PHJ secara lebih ekstrim ternyata jauh lebih parah dengan PD PAUS. Bila persepsi publik tentang PD PHJ ialah korupsi dan pungli, maka persepsi publik tentang PD PAUS ialah puing- puing perusahaan.
Dari sosok Dirut Herowin Sinaga yang sudah kehilangan kepercayaan publik secara luas, PD PAUS pun terlilit segudang masalah. Kasus pungli rekrutmen sekitar 340 pegawai tahun 2015 s/d 2016, antara Rp 20 juta s/d Rp 40 juta per orang. Pengangkatan dan penelantaran pegawai secara tidak bertanggungjawab. Dugaan penyelewengan penarikan “DP” Kios Jalan Melanton Siregar dan “DP” Kios Pasar Sukadame Eks Terminal Parluasan.
Dugaan penyelewengan dana pinjaman atas nama puluhan pegawai di Bank Sumut dan Bank Mandiri. Dugaan korupsi pengelolaan miliaran rupiah dana penyertaan modal. Dugaan penyimpangan dalam penarikan kontribusi parkir di Eks Terminal Sukadame Parluasan, pengadaan pasar – pasar kelurahan/ kecamatan dan pengelolaan dana operasionalisasi “gojek” Antarin. Seperti halnya PD PHJ, deretan masalah PD PAUS ini merupakan “PR” baru bagi Direksi yang terpilih.
LANTIK SEGERA
Terlepas dari polemik tentang proses seleksi Calon Direksi PDPHJ dan PD. PAUS yang masih menyisakan sepenggal “protes”, namun untuk menyelamatkan eksistensi kedua perusahaan daerah dari keterpurukan dan belenggu raksasa masalah, maka dengan mempertimbangkan kondisional direksi perusahaan yang ubnormal (disebut ubnormal karena direksi PD PHJ tinggal 2 dan direksi PD PAUS tinggal 1), juga selaras dengan SK Walikota tentang Pengangkatan Direksi PDPHJ dan PD PAUS yang segera berakhir, maka Walikota Pematangsiantar “Don’t Worry”, segera melantik Calon Direksi yang telah diumumkan lolos seleksi.
Filosofi keadilan, bahwa dalam hal keadilan prosedur bertentangan dengan keadilan substansi, maka keadilan substansi haruslah didahulukan. Dalam konteks seleksi Calon Direksi PD PHJ dan PD PAUS, protes tentang kuota pemenang atau protes tentang proses seleksi termasuk dalam lingkup keadilan prosedur, tetapi pemulihan dan penyehatan perusahaan dari keterpurukan persoalan manpower/ ketenagakerjaan, managemen, keuangan dan berbagai dugaan korupsi dan pungli di PDPHJ maupun PD PAUS adalah lingkup substansi yang paling penting untuk diprioritaskan.
Oleh karena itu, sekali lagi, Walikota Pematangsiantar harus segera melantik Calon Direksi yang telah diumumkan lolos seleksi. (**)
Discussion about this post