SBNpro – Siantar
Pemko Siantar tetapkan nilai jual objek pajak (NJOP) di Kota Siantar melalui Peraturan Walikota (Perwa) Nomor 4 Tahun 2021. Pasca diundangkan pada 7 April 2021, NJOP baru itu pun melahirkan kontroversi.
Kontroversi tersebut tidak sebatas “cuap-cuap”. Melainkan, aparat penegak hukum juga dilibatkan, seiring dengan pengaduan salah satu notaris di Kota Siantar Dr Henry Sinaga SH MKn ke Polres Siantar.
Henry menuding, tindakan Pemko Siantar menaikkan NJOP 1.000 persen tidak memiliki dasar hukum. “Kenaikan NJOP tidak berdasar. Kalau pungutan tidak berdasar, kan bisa pungli,” ucap Henry, Kamis (04/11/2021).
Terkait pengaduan Henry tersebut, Kabag Hukum Sekretariat Daerah Pemko Siantar Herri Okstarizal SH membenarkan dirinya pernah diundang penyidik Polres Siantar untuk memberi keterangan. “Masih lidik (penyelidikan),” ujar Herri.
Herri tidak menjelaskan berapa lama dirinya berada di Polres Siantar saat dimintai keterangan oleh penyidik pembantu. Hanya saja Herri menegaskan, ia memberikan keterangan sesuai kapasitasnya sebagai Kabag Hukum Sekretariat Daerah Pemko Siantar.
“Keteranganku normatif. Artinya prosedurnya seperti apa, datanya dari mana, tahapannya seperti apa. Aku ditanyakan, terkait tugasku sebagai Kabag Hukum,” katanya.
Dijelaskan, dasar hukum penetapan NJOP tersebut adalah UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam hal ini, terkait kewajaran nilai transaksi jual beli lahan di Kota Siantar.
“Pasal 1 angka 40 (UU Nomor 28 Tahun 2009) menyebutkan, nilai jual objek pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti,” ujar Herri Okstarizal.
Dengan demikian, NJOP terbaru ditetapkan, sebutnya, berdasarkan harga ril transaksi yang terjadi di pasaran yang diperoleh secara wajar, sebagaimana MCP (monitoring centre for prevention) yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kota Siantar dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Beranjak dari hal itu, meski ia telah memberikan keterangan kepada penyidik, Herri mengaku tidak tahu perbuatan pidana apa yang diadukan Henry Sinaga terkait penetapan NJOP Kota Siantar sebagaimana tertuang dalam Perwa Nomor 4 Tahun 2021.
Ditambah lagi, Herri diperiksa oleh Unit Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Satreskrim Polres Siantar. Padahal, katanya, tidak ada kerugian keuangan daerah dengan ditetapkannya NJOP tersebut.
“Yang kami pahami tidak ada kerugian keuangan daerah disitu. Makanya, pengaduannya masuk kemana?” tandas Herri.
Sementara itu, Dr Henry Sinaga SH MKn mengatakan, ia telah dua kali diperiksa oleh penyidik Tipikor Polres Siantar. “Sudah du kali beri keterangan. Waktu melapor, terus tambah lagi sekali lagi. Jadi dua kali,” ucap Henry.
Katanya, penetapan (kenaikan) NJOP di Kota Siantar tidak memiliki dasar hukum. Lalu menurutnya, dengan tidak berdasarnya penetapan NJOP, maka pemungutan yang dilakukan ia nilai sebagai bentuk pungutan liar (pungli).
Diakui Henry, Walikota memiliki wewenang untuk menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB). Hanya saja untuk menaikkan nilai NJOP, katanya, harus ada dasar hukumnya.
“Menaikkan 1.000 persen ini gak jelas dasar hukumnya. Melanggar PMK. Dampaknya mengganggu, menghambat lalu lintas perekonomian. Transaksi jual beli tanah terganggu,” ujarnya.
Sedangkan terkait ketentuan pasal pidana yang dikenakan, katanya, hal itu merupakan kewenangan penyidik. “Kalau pasalnya, biarlah penyidik yang tentukan pasal berapa. Bukan pengadu yang menentukan pasal. Penyidiklah,” tuturnya. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post