SBNpro – Siantar
Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar (UHKBPNP) menggelar seminar nasional di Aula Kampus, Rabu, 24 April 2019. Kegiatan itu terselenggara berkat kerjasama dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) .
Seminar itu bertemakan “Pendidikan dan Perlindungan Anak”. Key note speaker, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait. Acara diawali dengan doa dan kebaktian singkat yang dibawakan oleh Pdt Paulina Sirait.
Rektor UHKBPNP Prof.Dr. Sanggam Siahaan dalam sambutannya yang dibacakan oleh Prof.Dr. Selviana Napitupulu, M.Hum menekankan bahwa perlindungan terhadap anak menjadi bagian dari tanggungjawab dan komitmen UHKBPNP.
Sekaitan dengan itu pihaknya dengan penuh sukacita dan terpanggil mengadakan seminar untuk mengetahui dan memahami kehidupan anak serta cara mengadvokasi bagi anak yang jadi korban kekerasan. “Mari, bapak ibu dosen, adik-adik mahasiswa, pegiat anak dan para orangtua melindungi anak-anak kita dari segala bentuk kekerasan. Mereka juga anak-anak Tuhan,” kata Selviana.
Seusai seminar sambung Selviana, pihaknya dan Komnas PA akan menyepakati menjalin kerjasama yang dituangkan dalam sebuah Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding).
Kerjasama yang dilakukan UHKBPNP dengan Komnas PA adalah sebagai wujud kepedulian civitas akademika terhadap masalah-masalah sosial termasuk masalah sosial anak.
Prof Selviana menjelaskan, UHKBPNP tidak bisa diam atas peristiwa-peristiwa yang dialami anak. “Di masa depan menjadikan mahasiswa menjadi pionir gerakan perlindungan anak berbasis kampus, keluarga dan masyarakat,”ujarnya.
Sementara itu Ketum Komnas PA Arist Merdeka Sirait dalam paparannya mengatakan, tidak ada toleransi dan kata damai terhadap segala bentuk kekerasan terhadap anak. Sebab kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa maka penanganannya pun harus luar biasa (extraordinary).
Topik yang diulas Arist, memutus mata rantai kekerasan terhadap anak. Jika muncul pertanyaan mengapa anak perlu dilindungi maka jawabannya anak adalah amanah, titipan dan anugerah dari Tuhan. Anak mempunyai hak hidup, harkat dan martabat sebagai manusia dan anak adalah dambaan keluarga.
Dijelaskannya, anak adalah keberlangsungan negara dan penerus bangsa. Berdasarkan data yang dikumpulkan dan dianalis Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN) Komnas Anak mencatat bahwa sebanyak 216. 897 terjadi kasus pelanggaran hak anak di 34 provinsi, dan di 179 kabupaten kota.
Sebesar- 58 % dari pelanggaran hak anak tersebut didominasi kejahatan seksual, – selebihnya 42 % adalah kasus kekerasan fisik, penelantaran, penculikan, eksploitasi ekonomi, perdagangan anak (child trafficking) untuk tujuan eksploitasi seksual komersial serta kasus-kasus perebutan anak.
Nah, untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap anak, tugas dan peran orangtua menjadi guru yang pertama dan terutama bagi anak dalam segala hal. Memahami pertumbuhan, perkembangan dan perilaku anak sesuai usianya.
Kemudian, mengenalkan kepada anak tentang kesehatan reproduksi termasuk mengenali bagian-bagian tubuhnya serta fungsi bagian tubuh tersebut. “Ajarkan anak untuk menolak dan mengatakan tidak saat menerima sentuhan buruk dan tidak nyaman dan mewaspadai tawaran atau iming-iming,” imbuhnya.
Selanjutnya, membangun komunikasi terbuka dengan anak dan menjadi pendengar yang baik. “Berlakulah menjadi sahabat anak. Menyediakan waktu yang berkualitas untuk anak, mengenali pergaulan/teman-teman anak, melakukan kegiatan bersama termasuk beribadah, terlibat dalam kegiatan sekolah anak, dan mengikuti perkembangan informasi teknologi,” pinta dia.
Sedangkan tugas dan peran sekolah diterangkan Arist, sekolah harus menjadi zona aman dalam arti sebenarnya, jauh dari tindak perundungan (bullying) atau dari tindak kekerasan apapun.
Komite sekolah yang merupakan perwakilan orangtua murid dan pihak sekolah harus difungsikan secara optimal yaitu dalam rangka menangani permasalahan antar sesama murid dan juga antara murid dengan guru serta semua permasalahan yang berkaitan dengan proses belajar dan mengajar.
Lebih lanjut alumni SMA Kampus Universitas HKBP Nommensen tahun 1978 ini menuturkan, guru sebagai ujung tombak pendidikan harus bertindak sebagai pengajar dan sekaligus pendidik yang mengedepankan metode dialogis dan partisipatif.
Saat sesi tanya jawab, salah seorang peserta seminar menanyai Arist terkait kebiasaan anak “zaman now” yang sangat bergantung pada gadget. Merespon itu, Arist menyatakan bahwa orangtua harus berani untuk mengatakan tidak kepada anak ketika gadget tersebut digunakan anak sebagai pemenuhan sifat adiktifnya. Namun jika itu berkaitan dengan segala sesuatu yang bersifat edukatif, maka sebaiknya didukung.
Seminar itu sendiri dimulai pukul 10.30 dan selesai sekitar pukul 13.00 WIB yang kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan MOU. Adapun moderator seminar, Wakil Rektor III David Berthony Manalu MPd.
Kepada sejumlah wartawan, di seputaran kampus, Arist Merdeka Sirait menjelaskan, maksud dan tujuan dilaksanakan kerjasama ini adalah untuk mendukung pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi khususnya kepada anak usia sekolah secara profesional terpadu dan terkoordinasi.
Adapun ruang lingkup kerja sama itu meliputi penyelenggaraan pendidikan perlindungan anak untuk usia sekolah berupa pertemuan-pertemuan ilmiah di tingkat lokal nasional regional maupun internasional. Kemudian melakukan penelitian yang menghasilkan temuan-temuan terkait perkembangan karakter dan perlindungan anak usia sekolah, ditambah dengan kegiatan penyuluhan tentang perkembangan karakter dan perlindungan anak usia sekolah kepada masyarakat desa dan kota.
Sementara itu, sebagai wujud pengabdian kepada masyatakat, lingkup kerja sama lainnya adalah saling bertukar data dan informasi dan memberikan akses kepada mahasiswa melakukan kegiatan pemagangan di Komnas PA.
Sedangkan untuk melaksanakan ruang lingkup kerjasama ini, kedua pihak bersepakat untuk setiap kegiatan dilakukan pengaturan teknis bersama secara rinci oleh pihak universitas dan pihak Komnas PA dan pelaksanaan kegiatan para pihak dapat mengikutsertakan lembaga terkait yang bergerak di bidang perlindungan anak.
Seminar itu dihadiri ratusan mahasiswa, para pekerja media, pemerhati, para aktivis perlindungan anak dan juga pengurus Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di wilayah Siantar-Simalungun. (Rel)
Discussion about this post