Oleh Mestika R Silalahi
Revolusi Industri 4.0 adalah konsep yang banyak dibicarakan yang menggambarkan bagaimana “membentuk masa depan pendidikan, jender dan kerja” (World Economic Forum, 2017a) dan bagaimana “mempercepat rekrutmen tenaga kerja” (World Economic Forum, 2017b). Revolusi Industri 4.0 sebagai frasa berakar pada analisis awal evolusi teknologi di mana konsep awal Revolusi Industri 1.0 pada abad 18, lebih tepatnya pada tahun 1784 oleh perumusan hukum gerak Newton, munculnya mesin uap untuk melakukan pekerjaan rutin yang pada awalnya dilakukan oleh manusia.
Revolusi Industri 2.0 pada tahun 1870 dikatalisis oleh Faraday dan Maxwell yang menyatukan kekuatan magnetik dan listrik menyebabkan pembangkitan listrik dan motor listrik berperan dalam jalur perakitan yang telah mendominasi banyak industri. Revolusi Industri 3.0 pada tahun 1969 dikatalisis oleh penemuan transistor yang mengantar era elektronik seperti komputer dan internet.
Revolusi Industri 4.0 akan merevolusi industri begitu besar sehingga sebagian besar pekerjaan yang ada saat ini tidak akan ada dalam 50 tahun kedepan (Marwala et al., 2006).
Uraian tersebut memberikan gambaran bahwa Revolusi Industri berperan besar dalam perkembangan ekonomi manusia. Hobsbawm (1968) dari sudut pandang berbeda, menyatakan Revolusi Industri bukan hanya berpusat pada percepatan pertumbuhan ekonomi.
Namun, percepatan pertumbuhan mental masyarakat juga dapat dikembangkan melalui revolusi tersebut, karena melalui transformasi ekonomi dan sosial disposisi berpikir yang berafiliasi pada proses mental masyarakat akan terbentuk.
Transformasi ekonomi yang berimplikasi pada tranformasi sosial dan pendidikan dari tiga revolusi industri seperti dijabarkan tersebut dapat memberikan titik awal untuk mempertimbangkan transformasi potensial dalam pendidikan yang timbul dari Revolusi Industri 4.0. Hubungan antara pendidikan dan masyarakat secara tersirat memiliki linieritas positif, di mana pendidikan diharapkan bersinergi dengan kecenderungan ekonomi dan politik dan tidak mewakili sesuatu yang berbeda.
Pemahaman umum seperti hubungan antara pendidikan dan struktur sosial ekonomi serta keterlibatan posisi pendidikan, membantu kita untuk membentuk proyeksi pendidikan masa depan yang terkait dan antisipatif terhadap Revolusi Industri 4.0.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam suatu proses pembelajaran, sebuah media mempunyai fungsi yang cukup vital dikarenakan media mempunyai fungsi sebagai pembawa pesan atau informasi daritenaga kependidikan (sumber) menuju kepada siswa (penerima).
Pada abad ke-18 hingga abad ke-19 media pembelajaran yang digunakan yaitu tenaga pengajar, papan tulis hitam, kapur tulis dan buku tulis berkembang menjadi papa tulis hijau dan kapur tulis dan papan tulis putih (whiteboard) dan spidol.
Teknologi semakin berkembang pada awal 1900 teknologi tumbuh dari praktek pendidikan (berisi pameran museum portabel, stereograf (tiga-dimensi foto), slide, film, cetakan studi, grafik, dan bahan instruksional) dalam menyajikan bahan pelengkap kurikulum tanpa bermaksud menggantikan kehadiran tenaga kependidikan dan buku teks. Pada tahun 1920 kemajuan teknologi dibidang siaran radio, rekaman suara, dan gambar gerak memperluas media yang digunakan untuk praktek instruksional pendidikan.
Pada tahun 1940-an kemajuan teknologi pendidikan ditandai dengan munculnya alat untuk memproyeksikan benda tembus cahaya (project overhead), computer yang mempunyai kemampuan mengkombinaskan teks, suara, warna, gambar, gerak dan video serta memuat suatu kepintaran yang sanggup menyajikan proses interaktif. Kemudian teknologi terus berkembang hingga abad ke-21 dengan munculnya internet, informasi tersedia dimana saja dan dapat di akses kapan saja, komputasi yang semakin cepat, otomasi yang menggantikan pekerjaan-pekerjaan rutin, komunikasi yang dapat dilakukan darimana saja dan kemana saja (Litbang Kemdikbud, 2013).
Abad ke-21 baru berjalan satu dekade, namun dalam dunia pendidikan sudah dirasakan adanya pergeseran, menyebabkan adanya tuntutan-tuntutan yang serba baru sebagai upaya dalam pemenuhan kebutuhan bidang pendidikan yang berbasis pengetahuan yang didukung oleh penerapan media dan teknologi digital.
Salah satu tuntutan dunia abad 21 adalah keahlian dalam teknologi dan layanan yang cepat sehingga dapat bertahan dalam persaingan industri. Hal lain yang dapat menguntungkan dari mengikuti perkembangan adalah adanya kemajuan, peningkatan efektifitas, dan efesiensi kerja.
Tetapi ada hal negatif dari mengikuti perkembangan jika tidak bisa dikontrol atau dipilah-pilah yaitu budaya asing yang masuk ke masyarakat sehingga dapat mengakibatkan ketidak harmonisan masyarakat, kesenjangan mayarakat dan kecemburuan sosial, maka dari itu pendidikan berkarakter sangat dibutuhkan yang diajarkan oleh pendidik terhadap peseta didik. Solusi dari masalah yang muncul dalam proses pendidikan karakter adalah memiliki tenaga kependidikan yang professional.
Tenaga kependidikan yang professional akan meningkatkan hal belajar siswa lebih baik. Tenaga pendidik professional memiliki tugas yang lebih banyak daripada tenaga kependidikan biasa yaitu (1) membuat pembelajaran yang bermutu, (2) pembelajaran yang bermanfaat untuk lulusan, dan (3) pembelajaran yang relevan dengan dunia kerja.
Kompetensi yang harus dimilki oleh tenaga kependidikan professional adalah (1) basis pengetahuan, (2) pedagogi, (3) personal atribut, dan (4) kepemimpinan.
Disamping itu tenaga kependidikan professional harus terintegrasi dan mempunyai kemampuan kolaborasi, teknologi, komunikasi dan evaluasi. Dengan adanya kompetensi yang dimiliki oleh tenaga kependidikan professional maka peserta didik dapat mengecam pendidikan berkarakter sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.
Literasi lama yang mengandalkan baca, tulis dan matematika harus diperkuat dengan mempersiapkan literasi baru dalam bidang pendidikan tinggi, dalam rangka membersiapkan sumber daya manusia yang kompeten di masa depan.Tiga literasi baru tersebut adalah (1) Data Literation adalah kemampuan untuk membaca, analisa dan menggunakan informasi dari Big Data dalam dunia digital; (2) Technology Literation; adalah kemampuan untuk memahami sistem mekanika dan teknologi dalam dunia kerja, seperti Coding, Artifical Intellence (AI) dan prinsip-prinsip tekhnik rekayasa (engineering principles); dan (3) Human Literation adalah dalam bidang kemanusiaan, komunikasi dan desain (rancangan) yang perlu dikuasai oleh semua lulusan pendidikan tinggi Indonesia.
Khusus untuk literasi manusia (SDM), strategi yang harus diterapkan kepada generasi penerus adalah harus mampu berinteraksi dengan baik, tidak kaku, dapat melakukan pendekatan kemanusian dengan melaksanakan komunikasi yang baik dan berbobot, selain harus menguasi desain kreatif dan inovatif.
Tiga prinsip yang perlu diperhatikan dan diterapkan dalam dunia pendidikan untuk menghadapi Revolusi Inustri 4.0 adalah (1) Competency-based Education (pendidikan berbasis kompetensi); (2) The Internet of Things (IoT): penggunaan internet dalam sistem pengajaran; (3) Virtual/Augmented Reality (pengembangan sistem pendidikan berbasis maya (virtual)), untuk peningkatan transfer teknologi dari luar ke Indonesia serta Artificial Intelligence (AI/pengembangan platform pendidikan online, sehingga mahasiswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan melalui online).
Perkembangan teknologi menuntut transformasi paradigma pendidikan. Pembelajaran berorientasi pada siswa sangat dianjurkan untuk membentuk pebelajar mandiri, oleh karena itu keterampilan-keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis, berpikir kreatif, problem solving, serta metakognisi sangat urgen untuk dibelajarkan sebagai bekal untuk menghadapi era yang menuntut kemampuan kolaborasi, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang baik. Tidak hanya pada siswa tetapi juga pada peningkatan kualitas tenaga kependidikan. (*)
Penulis Mestika R Silalahi adalah mahasiswa Program Studi Manajemen Rekayasa, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Del.
Discussion about this post