SBNpro – Siantar
Inspektur II Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Dr Sugeng Hariyono kritisi kinerja Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) yang ada di negeri ini.
Kritik itu disampaikan Dr Sugeng Hariyono saat Evaluasi Perjanjian Kerjasama Koordinasi APIP dengan APH dalam Penanganan Laporan atau Pengaduan Masyarakat pada Penyelenggaraan Pemerintah Daerah digelar di Tiara Convention Center Jalan Cut Mutia Nomor 1 Medan, Rabu (20/02/2019).
Dalam hal ini, Inspektur II Itjen Kemendagri menyikapi penanganan pengaduan masyarakat atau suatu perkara, dimana APIP dan APH masih menampakkan ego sektoral.
Itu ditandai dengan belum maksimalnya pertukaran data dan informasi dari kedua lembaga tersebut. Bahkan, APIP dan APH disebut tidak bekerja sama dalam suatu penyelidikan untuk menentukan suatu kasus melanggar administrasi atau ada pelanggaran pidananya.
Padahal, lanjut Sugeng Hariyono, kerjasama antara APIP dengan APH sudah disepakati sejak sembilan bulan yang lalu. Persisnya, kesepakatan itu telah ada sejak 16 Mei 2018.
Namun hingga kini, kesepakatan itu belum memberikan hasil sesuai dengan yang diinginkan. Malah yang muncul salah penafsiran, saling menyalahkan, dan saling mencurigai. Bahkan, saling intip kelemahan.
“Tidak pernah bersama sama dalam tahap penyelidikan menentukan suatu kasus melanggar administrasi atau ada pidananya. Semuanya masih mengedepankan ego sektoral. Belum satu persepsi, sehingga mengakibatkan salah penafsiran, saling menyalahkan, dan saling mencurigai. Akhirnya saling intip mengintip terjadi,” sebut Sugeng Hariyono.
Ditegaskannya, APH selayaknya berkoordinasi dan menggandeng APIP dalam penanganan pengaduan masyarakat.
“Ini kunci utama. Sehingga seperti kasus yang ditangani Polda, Kejati sering terbentur saat di penyelidikan. Dianggap APIP sebagai penghalang dalam peningkatan status ke penyidikan untuk menetapkan tersangka, sehingga menjadi bias,” ungkapnya.
Untuk itu, kedepannya diharapkan, APH dapat menghilangkan ego sektoralnya. Begitu juga dengan APIP. Sehingga kemudian, kriteria menjadi yang diutamakan dan dapat membedakan administrasi dan pidana.
“Kecuali OTT atau Operasi Tertangkap Tangan, tidak membutuhkan pendampingan APIP dan dapat mengabaikan PKS (perjanjian kerja Sama) oleh APH. Ini persamaan persepsi,” tukasnya.
Masih kata Sugeng, semua itu untuk sinergi dalam penanganan pengaduan masyarakat. Termasuk dari tahap penyelidikan yang melibatkan APIP, agar tidak bias dan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan masih dibenarkan.
“Jika sudah tahap penyidikan, baru secara otomatis APIP mundur sesuai mekanisme. Karena aturan hukum yang berlaku untuk menyeret pelaku koruptor. Bukan sewaktu penyelidikan oleh APH akibat adanya pengaduan masyarakat, langsung dianggap benar tanpa ada koordinasi. Ini yang menjadi penyebab keresahan bekerja bagi OPD selama ini dalam penyerapan anggaran,” paparnya.
Sebelumnya Kepala Inspektorat Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Dr H OK Henry MSi saat membacakan sambutan Gubsu mengatakan, evaluasi perjanjian kerjasama dalam bentuk Memory of Understanding (MoU) sangat penting.
Sebutnya, masing-masing perwakilan, baik dari pemerintah provinsi yakni Gubsu, Kajatisu, dan Kapoldasu sudah menyampaikan hambatan, dan progress dalam penanganan kasus pengaduan masyarakat yang ditangani selama ini.
Acara tersebut dihadiri Wakil Walikota Siantar, Togar Sitorus SE MM bersama perwakilan bupati dan walikota, kejaksaan negeri serta kapolres se-Sumatera Utara (Sumut). (*)
Editor : Purba
Discussion about this post