SBNpro – Siantar
Sekira 406 hektare wilayah Kota Siantar hilang, atau masuk ke wilayah Kabupaten Simalungun. Itu terjadi sejak berita acara kesepakatan antara Pemkab Simalungun dan Pemko Siantar Nomor 33/BAD I/V/2021 tanggal 5 Mei 2021 di Ruang Rapat VII Kantor Gubernur Sumatera Utara, disetujui pemerintah kedua daerah.
Dengan kesepakatan itu, luas wilayah Kota Siantar menjadi 7.591 hektare. Padahal, sesuai Perda Kota Siantar Nomor 1 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), luas wilayah Kota Siantar 7.997 hektare.
Berita acara kesepakatan 5 Mei 2021, diterbitkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hadir disana saat itu, perwakilan dari Pemkab Simalungun, Pemko Siantar, Pemprovsu, Dittopad, Badan Informasi Geospasial (BIG), Inspektorat Jenderal Kemendagri dan Ditjen Bina Admistrasi Kewilayahan.
Berkurangnya luas wilayah, membuat anggota DPRD Siantar berang dan keberatan. Keberatan diungkap saat membahas Ranperda RTRW Kota Siantar yang baru, pada Januari hingga Pebruari 2022 lalu. DPRD mendesak Pemko Siantar untuk mendapatkan kembali wilayah yang hilang.
Hanya saja, hingga saat ini Pemko Siantar masih juga gagal mendapatkan kembali wilayah Kota Siantar yang hilang. Itu karena, Pemko Siantar kesulitan mendapatkan kesepakatan ulang dari Pemkab Simalungun dalam menentukan tapal batas wilayah kedua daerah.
Kabag Tata Pemerintahan (Tapem) Sekretariat Daerah Pemko Siantar, Robert Sitanggang mengatakan, belum kembalinya lahan yang berada di kabupaten Simalungun ke Kota Siantar, karena belum ada titik temu dengan Pemkab Simalungun.
Meski, lanjut Sitanggang, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara telah dua kali memfasilitasi pertemuan antara Pemko Siantar dengan Pemkab Simalungun.
Pertemuan pertama dilakukan Agustus 2022 di gedung Serbaguna Bappeda Siantar. Hadir disana Wakil Bupati Simalungun. Namun tidak membuahkan hasil.
Pertemuan kedua September 2022 lalu di kantor Gubernur, dengan agenda pembahasan tapal batas. Juga gagal menggapai kesepakatan. Karena Pemkab Simalungun diwakili Kasubbag Pemerinthan.
“Karena yang diwakilkan Pemkab Simalungun hanya pejabat Kasubbag. Sedangkan kita dari Pemko lengkap dengan pejabat yang membidangi. Pertemuan itu akhirnya ditunda dan tidak membuahkan hasil,” ucap Robert Sitanggang di ruang kerjanya, Kamis (03/11/2022).
Robert menilai Pemkab Simalungun kurang serius melakukan pembahasan. “Pemkab Simalungun merupakan pihak yang diuntungkan karena luas wilayahnya bertambah. Karena itu, mereka mungkin menjadi tidak serius. Sedangkan Pemko Siantar pihak yang dirugikan karena luas wilayahnya berkurang,” sebutnya.
Apabila tetap tidak ada titik temu soal luas wilayah yang berkaitan dengan tapal batas antara Kota Siantar dengan Kabupaten Simalungun, permasalahannya akan diambil alih Gubernur Sumut sebagai perwakilan pemerintah pusat.
Sedangkan Plt Kepala Bapeda Kota Siantar, Dedi Idris Harahap membenarkan sampai saat ini belum ada kejelasan terkait dengan pengembalian areal Kota Siantar seluas 406 hektar yang masuk ke Kabupaten Simalungun. Meski sudah dua kali dilakukan pertemuan.
“Untuk itu, akan dilakukan lagi pertemuan ketiga. Tapi, karena waktunya belum ditentukan Pemprov Sumut yang memfasilitasi, kita saat ini masih menungu,” ujar Dedi Idris Harahap.
Kata Dedi, dengan belum tuntasnya tapal batas, pembahasan Ranperda RTRW yang sebelumnya tertunda, tidak pula dapat dipastikan kapan daoat dibahas kembali.
Bahkan, persetujuan subtantif (persub) dari kementerian, belum pula diketahui, perlu persub yang baru, atau hanya sekedar direvisi. “Kita tunggulah,” tuturnya. (*)
Editor: Purba
Discussion about this post