SBNpro.com
Senin, Juni 16, 2025
  • SIANTAR
  • SIMALUNGUN
  • SUMUT
  • NASIONAL
  • KOLOM
  • KESEHATAN
  • KOMUNITAS
  • TEKNOLOGI
  • VIDEO
No Result
View All Result
SBNpro.com
No Result
View All Result
SBNpro.com
  • SIANTAR
  • SIMALUNGUN
  • SUMUT
  • NASIONAL
  • KOLOM
  • KESEHATAN
  • KOMUNITAS
  • TEKNOLOGI
  • VIDEO
ADVERTISEMENT
Home Kolom

Memperluas Skala Penguatan Peran DPD RI

SBNPro.com by SBNPro.com
24/09/2024
A A
Memperluas Skala Penguatan Peran DPD RI
58
SHARES
126
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Oleh: Pdt Penrad Siagian Anggota Terpilih DPD RI 2024-2029

Keagensian Luas, Kelembagaan Terbatas

Pemilu 2004 merupakan kelahiran DPD RI sebagai bentuk pembaruan politik mendasar dengan dimulainya sistem bikameral di Indonesia, yaitu adanya dua kamar dalam lembaga perwakilan di tingkat pusat. Selain DPR RI yang keanggotaannya dipilih melalui pemilu parpol, keanggotaan DPD yang di luar jalur partai dipilih langsung oleh masyarakat sebagai perwakilan provinsi.

Kelahiran lembaga DPD sebagai amanat konstitusi sejatinya memiliki posisi yang kuat dalam sistem ketatanegaraan. Hal ini diharapkan menjadi penyalur aspirasi dan kepentingan daerah dalam proses pengambilan keputusan politik penyelenggara negara.

Dalam UU No 22 Tahun 2003 dengan tegas dinyatakan tentang fungsi legislasi dan pengawasan DPD yaitu ikut membahas dan mempertimbangkan penyusunan RUU dan pelaksanaan UU.

Selain itu, DPD juga mempunyai fungsi memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN, RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. DPD juga terlibat dalam uji kelayakan calon anggota BPK.

Kewenangan DPD dibatasi hanya pada hak pengajuan dan keikutsertaan dalam membahas undang-undang yang menyangkut isu-isu di atas. Mekanisme pengambilan keputusan dalam penetapan UU yang berkaitan dengan persoalan daerah, DPD tidak memiliki kewenangan lebih jauh.

Sebagai lembaga, DPD tidak lebih sebagai kamar tambahan di parlemen yang khusus menangani persoalan daerah. Hal itu terjadi karena konstruksi undang-undang yang mengatur tentang MPR, DPR dan DPD, dan DPRD (UU MD3) memposisikan DPD sebagai lembaga yang sangat terbatas.

Kewenangan DPD yang diatur dalam UU MD3 hanya pada mengusulkan rancangan undang-undang, dapat memberikan pertimbangan atau membahas suatu rancangan undang-undang, dan mengawasi pelaksanaan undang-undang. Hasil dari semua upaya DPD dalam ranah legislasi seluruhnya tergantung pada keputusan DPR.

Posisi DPD yang demikian menjadikannya tidak sekuat lembaga Senat di Amerika Serikat yang mencirikan representasi kewilayahan yang sangat bertenaga.

Persis pada kondisi keterbatasan fungsi dan kewenangan semacam inilah terletak persoalan mendasar mengenai representasi setengah hati yang diberikan kepada DPD sebagai poros aspirasi kepentingan daerah yang pada awalnya diharapkan menciptakan deliberasi demokrasi sebagai kritik terhadap ciri sentralistik negara. Padahal, dari segi legitimasi politik anggota DPD memiliki kedudukan yang kuat.

Keanggotaan DPD yang terlepas dengan partai politik dengan basis konstituennya yang mengandalkan kapasitas personal menempatkan anggota DPD sebagai agensi yang lebih independen. Dari segi rekrutmen politik, pemilu DPD menghasilkan jalan pintas dalam menjaring ragam latar belakang profesi yang menciptakan sirkulasi elite politik yang lebih sehat bagi proses demokratisasi di Indonesia.

Dari segi preferensi politik konstituen, pemilu DPD juga berhasil memunculkan komunikasi politik yang tidak berjarak dari konteks lokal melalui ikatan kontraktual yang lebih responsif dengan pemilihnya. Dengan demikian, tidak ada kesenjangan antara proses pengambilan keputusan yang berlangsung di antara para wakil parlemen dengan kepentingan masyarakat di daerah. DPD membuka peluang partisipasi yang lebih nyata antara pusat dan daerah, mendorong proses politik yang lebih peka pada isu-isu lokal, hal yang kerap diabaikan partai politik.

Berselancar Dalam Keterbatasan

Komplikasi keterbatasan fungsi dan wewenang DPD bisa dilihat dari capaian program legislasi nasional (prolegnas) dan rancangan undang-undang (RUU) yang dihasilkan. RUU yang menjadi usulan DPD kerap terabaikan. Dalam proses legislasi, DPD dipandang sebagai lembaga yang tidak bertaji. Minimnya kontribusi tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dari fakta keterpasungan DPD dari sisi fungsi dan kewenangannya.

Bagaimanapun, dalam posisi keterbatasan fungsi dan kewenangan lembaga DPD, sulit mengharapkan prestasi gemilang dalam merepresentasikan kepentingan daerah secara optimal. Jalur alternatif di luar aturan normatif (rule-driven) terpaksa harus ditempuh, termasuk melalui cara yang biasa digunakan organisasi masyarakat sipil yaitu kampanye media dan pernyataan sikap ke publik, hal yang mungkin menimbulkan penilaian sumir terhadap peran DPD.

Terlebih lagi, sikap DPD yang ditujukan sebagai kontrol terhadap eksekutif yang seyogyanya disampaikan dalam mekanisme parlementer, ketika disampaikan melalui jalur alternatif dipandang bias oposisi. Ini bukanlah sikap menguntungkan bagi sebuah lembaga negara yang posisinya terbatas, sekaligus bukan sikap populis bagi pimpinan lembaganya yang notabene politisi yang ikut berkompetisi dalam momen elektoral.

Bahkan setelah dua dasawarsa berlalu, setelah kelahirannya sebagai mandat reformasi, lembaga DPD dari periode ke periode menggunakan rute advokasi yang nyaris serupa. Maka, jika beberapa prestasi DPD periode 2019-2024 sempat ditorehkan karena dinilai responsif dalam menanggapi persoalan yang ada, hal ini patut mendapat apresiasi luas karena kemampuan pimpinan DPD melakukan selancar politik di tengah keterbatasan akut.

Strategi Baru Penguatan DPD

Kewenangan legislasi DPD diatur pada Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, keterbatasannya tidak lepas dari konstruksi hukum yang mengalasinya. Kewenangan tersebut sangat bergantung pada DPR, yang berarti juga memperturutkan proses komunikasi intensif untuk mencapai kesepakatan dengan partai politik.

DPD sendiri telah berupaya melakukan upaya konstitusional melalui permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ke Mahkamah Konstitusi. Permohonan tersebut kemudian berbuah Putusan Perkara Nomor 92/PUU-X/2012. Mahkamah Konstitusi menguatkan kewenangan DPD sebagaimana yang dimaksudkan di awal pembentukannya di mana parlemen Indonesia menjadi dua kamar (bikameral); DPR dan DPD.

Namun kembali terjadi, kewenangan legislasi DPD dibatasi, putusan MK tersebut tidak diakomodir dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Upaya pengajuan uji materi kali kedua setelah pengesahan UU tersebut bernasib sama.

Di sisi lain, mekanisme kerja antara DPD dan pemerintah daerah belum diatur secara rigid guna mengefektifkan hubungan kerja di antara keduanya. Hal ini semakin mencerminkan posisi kelembagaan DPD yang awalnya ditujukan sebagai representasi untuk memperkuat otonomi daerah kian lemah. Kesadaran dan pengetahuan mengenai fungsi DPD pun masih rendah.

Maka, strategi penguatan DPD periode baru ini mesti berpijak pada pengalaman empiris yang didasarkan pada evaluasi yang mendalam. Lantas tawaran kebaruan apa yang hendak dijalankan oleh DPD periode 2024-2029 untuk mengatasi kompleksitas persoalan yang mendera sepanjang 4 periode lalu?

Berdasarkan evaluasi DPD periode 2019-2024, setelah 25 tahun reformasi konstitusi, penguatan lembaga DPD harus diperjuangkan, paling tidak melalui; pertama, perbaikan sistem politik ketatanegaraan melalui agenda perubahan ke-5 UUD 1945, untuk menata ulang sistem perwakilan di Indonesia yang belum sampai pada tahap ideal.

Penguatan DPD niscaya dilakukan untuk menggerus subordinasi antarlembaga negara di mana semestinya parlemen dua kamar ini memiliki fungsi dan wewenang yang sama kuat untuk menciptakan kontrol vertikal maupun horizontal. Hanya dengan demikian, kerja DPD sebagai jembatan pusat-daerah dan sebagai representasi yang memperjuangkan kepentingan dan aspirasi daerah dalam perumusan kebijakan nasional dan supra lokal bisa berjalan optimal.

Kedua, langkah ini kemudian diikuti dengan derivasi aturan untuk memperbaiki tata kelola dan pengorganisasian. Berbagai produk turunan undang-undang, selain perlu diharmonisasi agar tidak rancu, juga harus memperjelas fungsi dan kewenangan yang menjadi alas utama bagi DPD merumuskan pengorganisasian lembaga.

Ketiga, DPD periode 2024-2029 perlu menjadi pembaharu dengan meletakkan dirinya sebagai periode transisi ke arah DPD ideal, maka peningkatan kapasitas kelembagaan maupun individual anggota menjadi salah satu agenda prioritas, bukan sekadarnya. Daya tahan dibutuhkan untuk kerja perubahan di situasi sulit, lembaga maupun anggotanya niscaya memiliki kapasitas dan kapabilitas memadai.

Keempat, konsolidasi internal dan tata organisasi adalah tahapan awal di periode baru, sembari memperkuat energi gerakan melalui partisipasi publik dengan mewujudkan parlemen terbuka (open parliament). Proses orientasi awal anggota perlu ditindaklanjuti dengan konsolidasi internal dan peningkatan kualitas, dibarengi dengan advokasi anggaran untuk mendukungnya.

Strategi ini harus diletakkan sebagai kerja berkesinambungan, karena kita tahu peliknya agenda penguatan DPD membutuhkan pemahaman dan pengenalan mendalam mengenai masalah, hambatan, kegagalan maupun peluang yang sangat mungkin dikapitalisasi atau diciptakan dalam proses politik ke depan.

Kelima, untuk agenda berat ini, tidak pelak membutuhkan kepemimpinan yang kuat serta mengerti seluk beluk setiap rute kelemahan lama. Kepimpinan DPD juga mesti memiliki kekuatan jaringan politik luas yang memungkinkan proses menemukan konsensus untuk menata ulang sistem perwakilan di Indonesia. Semua pihak tentu paham bahwa persinggungan kepentingan sangat kuat dalam agenda penguatan ini.

Alih-alih menjadikan DPD involutif, mereka harus bekerja membawa DPD evolutif. DPD selama ini sudah melalui rute advokasi penguatan kelembagaan, baik internal maupun eksternal. Namun, jika selama ini penguatan dilakukan terbatas pada lobi antarlembaga negara dan pelibatan partisipasi publik yang bersifat sporadik, maka pada periode baru ini mesti dilakukan secara terstruktur.

Persis dalam momentum suksesi kepemimpinan nasional saat ini di mana konfigurasi politik mengalami perubahan dan sirkulasi periodik, persinggungan kepentingan yang muncul akibat kerancuan sistem perwakilan tepat untuk ditata kembali demi menyongsong Indonesia emas 2045.

Memposisikan DPD sebagai lembaga setara dalam sistem perwakilan bikameral yang berfungsi sebagai check and balance bagi eksekutif maupun legislatif, justru akan memberi daya bagi demokrasi dan pembangunan, menyongsong Indonesia Emas 2045. (*)

Tags: DPDJakartaMemperluas Skala Penguatan Peran DPD
Share23Tweet15Send

Related Posts

Odong-odong Dinilai Mengancam Keselamatan, Kapolri Digugat ke PN Siantar

Odong-odong Dinilai Mengancam Keselamatan, Kapolri Digugat ke PN Siantar

08/05/2025

SBNpro - Siantar Gara-gara Odong-odong beroperasi di Kota Pematangsiantar tanpa mematuhi aturan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo...

Enak Zaman Gue To? Ilusi Kemakmuran dan Luka yang Terlupakan

Enak Zaman Gue To? Ilusi Kemakmuran dan Luka yang Terlupakan

27/03/2025

Oleh Dhev Fretes Bakkara (Fotografer/Jurnalis) Di tengah kekecewaan terhadap kondisi bangsa saat ini, sering kali kita mendengar ungkapan "Enak zaman...

Esron Sudah Diperiksa, Korupsi IMB Gedung Telkom Berpotensi Lahirkan Tersangka Baru

Esron Sudah Diperiksa, Korupsi IMB Gedung Telkom Berpotensi Lahirkan Tersangka Baru

19/03/2025

SBNpro - Siantar Perkara dugaan korupsi pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk pembangunan gedung Telkom Witel dan Tsel (Balei Merah...

Kerugian Rp 4,4 M, Jaksa Penjarakan 3 Tersangka Korupsi Pembangunan Gedung Telkom Siantar

Kerugian Rp 4,4 M, Jaksa Penjarakan 3 Tersangka Korupsi Pembangunan Gedung Telkom Siantar

19/03/2025

SBNpro - Siantar Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Siantar, tingkatkan status perkara dugaan korupsi proyek pembangunan gedung Telkom Witel...

Dishub Siantar Terkesan Jadi Sarang Korupsi, Teranyar Pegawai Dituding Terima Suap Rp 5 Juta

Dishub Siantar Terkesan Jadi Sarang Korupsi, Teranyar Pegawai Dituding Terima Suap Rp 5 Juta

17/03/2025

SBNpro - Siantar Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Siantar terkesan menjadi sarang korupsi, seiring dengan semakin banyak kasus dugaan korupsi di...

Dishub Sepakat, Jangan Bayar Parkir Bila Tanpa Karcis di Kota Siantar

Dishub Sepakat, Jangan Bayar Parkir Bila Tanpa Karcis di Kota Siantar

17/03/2025

SBNpro - Siantar Kesan pungli (pungutan liar) terhadap retribusi parkir di tepi jalan umum sudah berlangsung cukup lama. Dan itu...

Discussion about this post

TRENDING MINGGU INI

  • Dinsos P3A Pematangsiantar Gelar Razia, 8 Gepeng Terjaring

    Dinsos P3A Pematangsiantar Gelar Razia, 8 Gepeng Terjaring

    479 shares
    Share 192 Tweet 120
  • Pedagang Pasar Horas Pecah

    70 shares
    Share 28 Tweet 18
  • Pemilik Pabrik Mie Berformalin Kabur Saat BBPOM Gelar Razia di Siantar

    99 shares
    Share 40 Tweet 25
  • Tidak Becus Awasi Proyek Telkom Siantar, Jaksa Tetapkan Pengawas Sebagai Tersangka

    191 shares
    Share 76 Tweet 48
  • Simalungun Berduka, Camat Pamatang Silimakuta Meninggal Dunia

    57 shares
    Share 23 Tweet 14
  • Freddy Damanik, Satu-satunya Kader Gerindra yang Jadi Balon Walikota Siantar

    425 shares
    Share 170 Tweet 106
  • Odong-odong Dinilai Mengancam Keselamatan, Kapolri Digugat ke PN Siantar

    99 shares
    Share 40 Tweet 25
SBNpro.com

© 2017-2024 SBN Pro

rotasi barak berita hari ini danau toba

Navigate Site

  • Redaksi
  • Privacy
  • Pedoman

Follow Us

No Result
View All Result
  • SIANTAR
  • SIMALUNGUN
  • SUMUT
  • NASIONAL
  • KOLOM
  • KESEHATAN
  • KOMUNITAS
  • TEKNOLOGI
  • VIDEO

© 2017-2024 SBN Pro

rotasi barak berita hari ini danau toba