SBNpro – Siantar
Mata Publik gelar diskusi publik terkait fenomena calon tunggal dan kolom/kotak kosong di Pilkada Kota Siantar tahun 2020, Sabtu (19/09/2020) di Brew Brother coffee, Jalan Tarutung, Kota Siantar.
Diskusi dengan mengusung tema “Sengkarut Pilkada Siantar, Calon Tunggal Vs Kolom Kosong”, Mata Publik menghadirkan narasumber Ketua Bawaslu Kota Siantar, M Syahfii Siregar, pengamat politik Robin Samosir, pro kolom kosong Pdt Horas Sianturi SH dan tim pemengan Asner – Susanti, Mangasi Purba SH
Narasumber lainnya, akdemisi dari Universitas Simalungun (USI), Dr Sarles Gultom, perwakilan AJI Medan Imran Nasution, perwakilan Gerakan Pemuda Alwasliyah (GPA) Sumut, Muliadi Sabil dan Ketua GMKI Siantar-Simalungun, May Luther Dewanto Sinaga.
Sebagaimana diketahui, Pilkada Siantar hanya ada satu bakal pasangan calon (Bapaslon) yang diterima KPU Kota Siantar pendaftarannya. Yakni, Asner Silalahi dan Susanti Dewayani. Sejak itu, gerakan memilih kolom kosong semakin kuat di kota itu.
Pada momen diskusi, meningkatnya jumlah daerah di Indonesia yang hanya diikuti satu calon pada kontestasi Pilkada serentak 2020, menjadi salah satu topik pembahasan. Dimana, dari 270 daerah yang menggelar Pilkada, 25 daerah diantaranya, hanya satu Bapaslon yang diterima KPU pendaftarannya.
Akademisi fakultas Hukum Universitas Simalungun, Dr Sarles Gultom menilai, fenomena calon tunggal disebabkan sejumlah hal, seperti dampak dari gagalnya partai politik dalam “mencetak” kader, serta mahalnya mahar politik yang harus dikeluarkan calon.
Sarles memahami, calon tunggal ada diatur diregulasi. Dalam hal ini, diatur melalui UU (Undang-undang) Nomor 10 tahun 2016. Hanya saja menurutnya, UU itu layak untuk direvisi. Karena sejatinya, lanjut Sarles, kontestasi selayaknya menghadirkan beberapa calon. Bukan memberi peluang pertarungan antara calon dengan kolom/kotak kosong.
“Secara konstitusi tidak ada yang salah, namun calon tunggal tentu tidak menawarkan pilihan alternatif kepada masyarakat. Untuk itu kedepanya pintu masuk yang memungkinkan adanya calon tunggal perlu ditinjau kembali agar tidak menghilangkan kontestasi,” tutur Sarles.
Sementara, Horas Sianturi salah satu masyarakat Siantar yang pro terhadap kemenangan kolom kosong mengatakan, memilih kotak kosong harus dilindungi. “Memilih kolom kosong juga merupakan hak. Hal ini juga sebagai pembelajaran kepada partai politik, agar tidak melakukan hal yang sama pada pemilihan berikutnya. Karena kedaulatan sepenuhnya ada pada rakyat” ujar Horas.
Namun pandangan berbeda disampaikan tim pemenangan pasangan calon Asner – Susanti, Mangasi Tua Purna SH. Katanya, kolom kosong yang akan berhadapan dengan calon tunggal di Pilkada Siantar, justru menjadi jembatan yang menyelamatkan demokrasi.
“Justru fenomena calon tunggal dan pilihan memilih kolom kosong adalah bentuk penyelamatan demokrasi dimassa pilkada karena masyarakat diberi kesempatan dipilih atau pun menentukan pilihannya” ungkap Mangasi Purba.
Mangasi mengatakan, lahirnya calon tunggal di Siantar adalah sebuah kenyataan dari proses penjaringan hingga masa pendaftaran oleh KPU. “Jadi hal ini sudah melalui tahapan panjang dengan melihat sosok yang ideal untuk memimpin. Jika pun pada akhirnya hanya satu pasangan calon di Siantar, rakyat jugalah yang akhirnya menentukan pilihannya” terang Mangasi.
Kemenangan kolom kosong melawan calon tunggal sebelumnya pernah terjadi di Pilkada Makasar. Namun hal itu menurut kordinator GP Alwasliyah, Muliadi Sabil, akan merugikan masyarakat Siantar nantinya.
“Ya, kalau ada yang memilih kolom kosong itu demokrasi juga. Namun tentu merugikan masyarakat, karena nantinya mendagri dan gubernur yang akan menunjuk Walikota pengganti. Rakyat Siantar yang rugi. Saya kira masyarakat harus cerdas menentukan pilihan,” sebut Muliadi.
Fenomena calon tunggal di Siantar seiring dengan Asner – Susanti mendapat dukungan dari seluruh partai politik yang memiliki 30 kursi di DPRD Siantar. Hal itu dikatakan Ketua Bawaslu Kota Siantar, M Syahfii Siregar.
Selain itu, menurut Syahfii, sosialisasi memenangkan kolom kosong tidak diatur secara mendetail dalam PKPU dan peraturan perundang-undangan lainnya. Terutama tentang tim kampanye kotak kosong.
“Ada kekosongan regulasi kita dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk kebebasan berpendapat dalam rangka kontestasi dengan kotak kosong ini dan keberadaan calon kepala daerah tunggal tetap sah secara konstitusional,” sebut Syahfii.
Namun demikian, memilih kotak kosong di daerah dengan paslon tunggal juga menjadi hak pemilih, selama tidak melakukan kampanye hitam maupun politik transaksional.
“Lebih tepatnya bukan kampanye, namun sosialisasi untuk memilih kolom kosong. Karena kalau kampanye harus ada tim pemenanganya. Namun secara demokrasi hal itu merupakan kebebasan” tutupnya.
Calon tunggal dan Kehawatiran Oligarki Kekuasaan
Pengamat politik Robin Samosir menegaskan, jika terjadi pasangan calon tunggal pada Pilkada Kota Siantar tahun 2020, hal itu merupakan suatu kemunduran. Serta ia menilai, fenomena calon tunggal, juga merupakan bentuk petgkhianatan terhadap “roh” demokrasi, dan semakin menguatkan dinasti politik yang tidak sehat.
“Sejatinya pemilihan kepala daerah adalah ajang mencari sosok pemimpin yang terbaik, dengan pilihan-pilihan yang ada. Jika di Siantar pada akhirnya ada calon tunggal, tentu menjadi sebuah kemunduran,” ucap Robin Samosir.
Lulusan Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gajah Mada itu menyinggung sikap partai politik yang kompak merekomendasi terhadap satu pasangan calon di Pilkada Siantar, berharap, agar perpolitikan tidak sebatas mencari kemenangan. Melainkan, turut menawarkan sosok-sosok pemimpin yang ideal bagi kepentingan masyarakat.
“Calon tunggal meningkat, dinasti politik juga semakin mendapat tempat nyaman. Demokrasi seperti ini tidak sehat, elite politik kita belum siap berkompetisi dan belum siap untuk kalah. Ini menunjukkan bahwa politik dinasti masih kuat,” ungkap Robin.
Memenangkan Kolom Kosong Jalan Terbaik
Sementara itu ketua GMKI kota Siantar-Simalungun May Luther Dewanto Sinaga mengatakan, meningkatnya jumlah calon tunggal di Pilkada 2020, menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia.
“Jika calon tunggal menunjukan oligarki kekuasaan yang dikhawatirkan akan membuat korupsi semakin marak dilingkaran eksekutif dan legislatif. Karena itu memenangkan kolom kosong adalah jalan yang terbaik” papar Luther. (rel_MP)
Editor: Purba
Discussion about this post