SBNpro – Siantar
Tim Cakap-cakap Siantar “kumpulkan” berbagai elemen masyarakat Siantar lewat Ngobrol Santai Soal Siantar bersama Alpeda Sinaga, seorang pengusaha asal Siantar di Grand Palm Hotel di Jalan MH Sitorus, Kelurahan Teladan, Kecamatan Siantar Barat, Kota Siantar, Sumut, Sabtu (09/02/2019).
Elemen masyarakat Siantar yang turut itu diantaranya, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, aktivis LSM, jurnalis (wartawan), pedagang, pemerhati, praktisi hukum, politisi, akademisi, budayawan, anggota dewan dan lainnya. Waktu sekira 3 jam mereka pakai untuk ngomongin rasa resah terhadap kota yang mereka cintai tersebut.
Obrolan sedikit bergaya di warung kopi itu, mengupas soal pendidikan, kesehatan, politik, anggaran, sumber daya manusia (SDM), perdagangan, ancaman destinasi Danau Toba, infrastruktur yang semuanya masih menjadi persoalan di Kota Siantar.
Ngobrol santai soal Siantar itu dipandu moderator seorang jurnalis, Rindu Marpaung. Acara itu sendiri difasilitasi Tim Cakap-cakap Siantar, terdiri dari Tigor Munthe (jurnalis), Amri Simanjuntak (politisi/wiraswasta), Andika Aritonang (jurnalis), Fery Ojak Pardede (dosen) dan lainnya.
Mengawali obrolan, moderator mendapuk dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Sultan Agung, Dr Robert Tua Siregar untuk memulai memberikan pendapatnya tentang Kota Siantar.
“Bicara Siantar itu harus dimulai dengan niat, kepedulian, dan paham,” ujar Robert Siregar, salah seorang akademisi, mengawali obrolannya.
Menurut Robert, Siantar merupakan lokasi yang asyik, mulai dari letak geografisnya hingga kondisi cuacanya. “Secara geografis, tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Cuaca tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Tidur pun enak,” sambung Robert.
Di sisi lain, jelas Robert, Siantar juga memiliki potensi untuk menjadi pusat pendidikan, khususnya di wilayah barat Sumatera Utara. Hanya saa, katanya, masih ada pekerjaan yang cukup berat yang harus diselesaikan. Diantaranya, lahan 573 hektar eks HGU PTPN III di Tanjung Pinggir, yang sampai saat ini belum menjadi 100 persen milik Pemko Siantar.
“Pengembangan ke pinggiran kota yang sampai saat ini belum dilakukan. Dan eks HGU itu sangat berpotensi untuk dikembangkan,” keluhnya.
Pandangan lainnya, Siantar disebut tidak memiliki SDM yang cukup, serta dibutuhkan pemimpin yang prihatin untuk melihat potensi pembangunan. “Setiap tahunnya, pemerintah bersih, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pemberdayaan UMKM, selalu dijabarkan pemerintah. Tapi, belum ada perubahan di Siantar,” jelas Kennedy Parapat, salah seorang anggota DPRD Kota Siantar.
Dari sektor pariwisata, Budayawan dari Sanggar Rayantara, Sultan Saragih mengatakan, hingga kini pegiat-pegiat krearif belum terhubung dengan Pemko Siantar. Padahal, banyak hal yang bisa dilakukan kreator untuk Siantar.
“Lapangan parkir pariwisata hanya sebagai lokasi parkir. Banyak pegiat-pegiat kreatif lokal yang membawa nama Siantar sampai ke luar negeri. Sayangnya, tidak mendapat dukungan dari Pemko. Saya sendiri tidak merasakan peran pemerintah untuk pengembangan pariwisata,” paparnya.
Sementara itu, salah satu praktisi hukum, Daulat Sihombing menjabarkan 3 poin penting soal Siantar. Yang pertama demokratis, kemudian anarkis, dan terakhir friendly.
“Banyak rencana-rencana, seperti ruislag SMA, ruislag RSUD, dan pembangunan Tugu Sangnaualuh, yang batal karena demokrasi. Dari segi anarkis, orang Siantar itu bebas menyampaikan pendapatnya di koran atau di media online dengan anarkis. Itulah Siantar,” paparnya.
Sedangkan friendly, warga Siantar sangat gampang diajak untuk berteman. “Jika saling mengerti, orang Siantar sangat friendly,” ujarnya.
Salah seorang pelaku usaha, Rudolf Hutabarat juga mengkritik soal tidak adanya pembangunan yang strategis. “Lahan pertanian semakin berkurang karena pembangunan yang tidak strategis. Tidak ada pembangunan ke pinggiran kota. Padahal, potensi itu ada,” ucapnya.
Sementara itu, seorang jurnalis, Kemas Edy Junaidi yang biasa disapa Babe mengingatkan tentang ancaman destinasi Danau Toba. Menurutnya, bila Kota Siantar tidak segera berbenah, dengan hadirnya jalan tol dari Medan hingga Parapat, dan fasilitas lainnya untuk destinasi Danau Toba, maka Siantar terancam menjadi kota “mati”.
Sedangkan tokoh pemuda, Zainul Arifin Siregar yang juga mantan Sekretaris KNPI Kota Siantar dan eks Ketua BKPRMI Kota Siantar, berharap ada gerakan untuk memperbaiki psikologis masyarakat dalam hal, cara memilih pemimpin.
Dan diakhir acara, Alpeda Sinaga menyampaikan bahwa kedatangannya ke Siantar tak lain hanya untuk mendapatkan informasi dari seluruh kalangan. Karena ia ingin berpartisipasi untuk membangun Kota Siantar.
Pada kesempatan itu, Alpeda juga mengutarakan niatnya untuk ikut bertarung dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) diperiode mendatang. “Saya memang berniat menjadi pemimpin, dengan bertarung di Pilkada nanti. Untuk itu, saya butuh informasi, dukungan, saran dari saudara-saudara semua,” ujar pria yang kini menetap di Kota Tangerang ini.
Katanya, selama ini, ia kerap membaca media online untuk sekadar mengetahui informasi soal Siantar. “Saya juga selalu siap jika saudara-saudara sekalian ingin berdiskusi dengan saya. Handphone saya aktif 24 jam. Ini semua untuk kemajuan kota kita ini,” ujarnya.
Editor: Purba
Discussion about this post