SBNpro – Siantar
Ketua Pengelola Komplek Megaland di Kecamatan Siantar Timur, Kota Siantar, Andriani Jafar, diduga lakukan kejahatan ketenagakerjaan terhadap 9 eks karyawan Pengelolaan Komplek Megaland.
Demikian disampaikan kuasa hukum 9 eks karyawan Pengelolaan Komplek Megaland, Daulat Sihombing SH MH dari Sumut Watch melalui siaran pers yang diterima SBNpro.com lewat aplikasi Whatsapp (WA), Kamis (21/03/2019).
Terhadap dugaan kejahatan ketenagakerjaan itu, Daulat Sihombing menyikapinya dengan melayangkan pengaduan ke Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan UPT Siantar.
Daulat menyatakan demikian, karena Andriani Jafar ia duga melanggar pasal 90 ayat (1) dan (2) jo pasal 184 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Adapun kesembilan eks karyawan yang memberikan kuasa kepada Daulat Sihombing adalah Nur Sayida Siregar (53), Sinem (78), Sriyana (48), Sartiana Damanik (48), Yunawati (38), Renti Tiodora Siagian (Pr, 35), Putra Lumbanraja (25), Aliman Sirait (60) dan Helmida Br. Pakpahan (42), selaku isteri dari almarhum Sumihar Halomoan Pardede alias Coki Pardede eks Humas Megaland Bisnis Center.
Dijelaskan Daulat, sesuai suratnya Nomor 50/SW/III/2019 tanggal 18 Maret 2019 kepada Pegawai Pengawas, ia sampaikan, selain menjadi korban tindak pidana kejahatan ketenagakerjaan, kesembilan eks pekerja/buruh juga menjadi korban PHK sewenang- wenang. Serta, pasca di PHK, hak- hak pekerja/buruh yang meninggal dunia pun tidak dibayar oleh Pengelola Megaland.
Kemudian, menurut Daulat, UMK (Upah Minimum Kota) Siantar tahun 2017 adalah Rp 1.963.000/bulan dan Tahun 2018 Rp 2.133.977 per bulan. Hanya saja, upah yang dibayarkan oleh Pengelola Komplek Megaland kepada pekerja/buruh lebih rendah dari UMK.
Pasalnya, upah yang diberikan hanya berkisar Rp 1.290.000 per bulan, hingga Rp 1.470.000. per bulan. Dimana upah itu, sudah termasuk insentif sebesar Rp 250.000 per bulan dan tunjangan beras 20 kilogram per bulan.
Setelah dikalkulasi, kata Daulat, Januari hingga Desember 2017, kesembilan kliennya kekurangan upah sebesar Rp 67.620.000. Lalu, Januari 2018 hingga di PHK pada Oktober 2018, kliennya kekurangan upah sebesar Rp 71.237.930.
Sesuai pasal 90 ayat (1) UU Nomor 13 tahun 2003, lanjut Daulat, bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimm. Sedangkan pasal 90 ayat (2) mengatur tentang tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kejahatan.
Selanjutnya, pasal 185 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 mengatur tentang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 90 ayat (1), maka dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000 dan paling banyak Rp. 400.000.000.
Berdasarkan ketentuan itu, Daulat menilai tindakan Pengelola Megaland yang membayar upah para pekerja/ buruh lebih rendah dari UMK merupakan pelanggaran terhadap Pasal 185 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
PHK Sewenang- Wenang
Daulat Sihombing SH MH yang juga mantan hakim adhoc peradilan hubungan industrial (PHI) di Pengadilan Negeri (PN) Medan ini, juga menyoroti PHK terhadap kliennya dengan dalih “dirumahkan”.
Dikatakan, kesembilan kliennya “dirumahkan” secara sepihak oleh Pengelola Komplek Megaland. Bahkan kesembilan kliennya telah di PHK, kecuali Coki Pardede pada Oktober 201 yang lalu.
PHK itu, sebutnya, tanpa pembayaran hak – hak sebagai akibat dan konsekuensi dari PHK. Sehinggga hal itu bertentangan dengan Pasal 156 ayat (1) dan (2) UU Nomor 13 Tahun 2003.
Selayaknya, jelas Daulat, pengelola harus membayar pesangon kepada para pekerja sebesar 2 bulan. Hal itu sesuai pasal 156 ayat (2). Kemudian mendapat penghargaan masa kerja (PMK) sebesar satu kali, sesuai pasal 156 ayat (3) dan penggantian hak satukali, sebagaimana amanah pasal 156 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2003. Sehingga dari perhitungan, Pengelola Megaland harus membayar, total sebesar Rp 311.085.828.
Ketua Pengelola Komplek Megaland, Andriani Jafar tidak memberikan jawaban saat dikonfirmasi melalui aplikasi Whatsapp (WA), Jumat (22/03/2019).
Saat didatangi ke kantor Pengelola Komplek Megaland, seorang wanita yang tidak mau menyebut identitasnya (namun wajah wanita itu cukup mirip dengan Andriani Jafar) mengatakan, pihaknya tidak bisa memberikan keterangan, karena sebelumnya tidak ada janji dengan jurnalis untuk konfirmasi.
Sementara itu, salah seorang pria yang mengaku perwakilan Komplek Megaland dan mengaku bernama B Purba mengatakan, pihaknya akan memberikan jawaban, bila nantinya ia dihubungi.
Saat itu juga SBNpro.com melayangkan konfirmasi lewat WA kepada oknum yang mengaku bernama B Purba tersebut. Namun hingga saat ini, konfirmasi yang dikirim, belum juga dijawab olehnya, maupun oleh pihak Pengelola Komplek Megaland.
Editor : Purba
Discussion about this post