Sbnpro – Medan
Aksi tangkap ala Polda Sumatera Utara terhadap dua jurnalis sorotdaerah.com telah menabrak MoU antara Polri-Dewan Pers dan tidak mengindahkan UU Pers. Alih-alih koordinasi dengan Dewan Pers, Poldasu malah koordinasi dengan ahli pers.
Pemborgolan UU No 40/1999 itu diawali 6 Maret 2018, sekitar pukul 03.30 WIB. Penyidik Subdit II/Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sumatera Utara menangkap pemilik media daring sorotdaerah.com, Jon Roi Tua Purba, di rumahnya, Jl Nanggar Suasa Ujung-Pematang Siantar.
Ada tujuh polisi yang melakukan penangkapan. Dari Polda Sumut adalah Bripka Deni Syahputra dan Brigadir Tri Shafwan Andry, sementara sisanya dari Sat Reskrim Polres Pematang Siantar.
Dan Jon Roi tidak sendiri. Berdasarkan keterangan darinya sejak diperiksa di Polda Sumut pukul 11.00 hingga 20.30, polisi juga menangkap Lindung Silaban di Padang Bulan Pasar I, Medan, pada tanggal yang sama pukul 20.00 WIB.
Keduanya diperiksa karena diduga terlibat dalam pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (3) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terhadap Kapolda Sumut, Paulus Waterpauw.
Dalam berita berjudul “Desakan Copot Irjen Paulus Waterpauw Menguat, Pengamat: PPATK Harus Periksa Rekening Kapolda”, tertulis kalau Paulus secara personal dekat dengan tersangka penggelapan bernama Mujiyanto. Kata yang dipilih untuk menggambarkan relasi keduanya adalah “mesra”.
Narasumber yang dipakai dalam berita adalah Muslim Muis, Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan Peradilan (Puspha) Sumut. Lewat mulutnya lah desakan agar Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) mengaudit transaksi keuangan Paulus keluar.
Jon Roi ditangkap karena ia adalah pemilik media tersebut, sementara Lindung Silaban adalah penulis berita sekaligus pengunggahnya.
Agoez Perdana, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, mengatakan bahwa sorotdaerah.com bukan media abal-abal. Perusahaan sorotdaerah.com, PT Sorot Daerah Indonesia, terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM dengan SK Nomor AHU-004620.AH.01.01.TAHUN 2017.
Ia juga melampirkan tangkapan layar laman Redaksi sebelum sorotdaerah.com tak bisa lagi diakses. Di sana tertera nama jelas susunan redaksi, tidak seperti media abal-abal yang kerap tak mencantumkan itu. Tertulis Lindung Silaban adan Pemimpin Redaksi media tersebut.
“Jon Roi juga anggota kami [AJI Medan],” kata Agoez kepada Tirto.
Tim Advokasi Pers Sumut dan AJI Medan merespons dengan mendatangi Polda Sumut. Namun tak disambut baik. Dalam rilis resmi AJI Medan, disebutkan kalau tim advokasi berdebat beberapa kali dengan polisi. Ketika tim memotret, salah seorang polisi meminta agar foto dihapus. “Penyidik mengusir kami,” kata anggota Tim Advokasi Pers Sumut, Armada Sihite.
Menurut AJI, ada beberapa aturan yang ditabrak polisi ketika menangkap dua orang wartawan ini. Pertama, polisi melanggar Pasal 8 Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi: “dalam menjalankan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum.”
Aturan ini dipertegas kembali dengan nota kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan—yang juga dilanggar.
Menurut AJI, sengketa ini seharusnya diselesaikan di Dewan Pers. Polisi tidak bisa menjerat wartawan dengan UU ITE. Hal ini sudah tertera jelas dalam Pasal 15 UU Pers dan ditegaskan kembali lewat putusan Mahkamah Agung bulan dua tahun lalu ketika mengadili sengketa Bupati Buol, Sulawesi Tengah (Sulteng), Amiruddin Rauf terhadap surat kabar Nuansa Pos.
MoU Kapolri-Dewan Pers yang diteken pada Februari tahun lalu yang disebutkan tadi juga menegaskan ini, yaitu jika ada sengketa, maka antar pihak harus menyelesaikannya di Dewan Pers.
Kebohongan Polisi
Polisi mengaku kalau mereka sudah “berkoordinasi” dengan Dewan Pers mengenai masalah ini. Dalam rilis yang dikeluarkan oleh Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Sumut, AKBP MP Nainggolan, dikatakan bahwa mereka sudah minta keterangan dari “Dewan Pers Sumut”.
Katanya, dari keterangan itu Lindung Silaban selaku penulis “tidak terdaftar dalam keanggotaan pers dan profesi jurnalis.” Ia tidak dianggap sebagai wartawan, sehingga dijerat UU ITE dan bukan UU Pers.
Hal yang sama diungkapkan Kabid Humas Polda Sumut Rina Sari Ginting. Katanya, Dewan Pers secara institusi, bukan individu, sudah dimintai keterangan sebagai saksi ahli. Namun ketika ditanya siapa yang dimaksud, Rina Sari Ginting tidak bisa menjawab. “Detailnya saya tidak tahu,” katanya.
Faktanya, tidak ada itu yang namanya “Dewan Pers Sumut”. Hanya ada satu Dewan Pers di Indonesia, yang gedungnya terletak di Jl. Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat.
Hendry CH Bangun, Anggota Dewan Pers dari unsur wartawan, kembali menegaskan ini. Bukan saja mengatakan tidak ada yang namanya Dewan Pers Sumut, ia juga mengatakan tidak pernah ada koordinasi antara Polda Sumut atau Polres Pematang Siantar ke Dewan Pers.
“Enggak ada. Kalau misalnya ada, tidak mungkin ditangkap,” katanya kepada Tirto.
Mengenai tuduhan polisi bahwa dua orang ini ditangkap karena menyebarkan hoaks atau memvonis sebagai bukan wartawan, Hendry mengatakan bahwa “dia tidak punya kewenangan mengatakan itu.”
“Pokoknya asal menyangkut produk jurnalistik, penilaian akhir apakah ada pelanggaran etik, apakah dilakukan wartawan yang tidak kompeten, itu semua ada di Dewan Pers. Beda kalau nulis di sosial media,” Hendry menekankan.
Ketika MP Nainggolan diklarifikasi soal klaimnya mengenai Dewan Pers Sumut. Ia—tanpa mengatakan kalau pernyataan sebelumnya salah—mengatakan bahwa koordinasi dilakukan dengan “ahli pers di Sumut.” Jelas ada perbedaan yang teramat jauh antara Dewan Pers dan Ahli Pers.
Ketika ditegaska untuk menentukan sebuah media massa atau wartawan kredibel atau tidak sepenuhnya ranah Dewan Pers dan bukan yang lain, Nainggolan kembali mengulang kalimat yang sama, bahwa mereka “sudah meminta keterangan ahli pers Sumut.”
“Bukankah ahli tidak mewakili Dewan Pers?” tanya Tirto.
Alih-alih menjawab, Nainggolan justru bilang: “Kalau kau keberatan, praperadilan saja.”
Sumber : Tirto.id
Foto : analisadaily
Discussion about this post